Lifestyle the diary game || A Busy and Meaningful Day at School
Pagi itu langit nampak terang, matahari menyinari bumi dengan lembut seakan menyongsong semangat baru yang kubawa hari ini. Saya datang di sekolah lebih dini dari umumnya. Dengan seragam rapi serta tas di punggung, saya melangkah mantap mengarah kantor sekolah. Sembari memandang bangunan yang telah tidak asing lagi, saya luangkan buat bergaya di depan kantor. Seseorang sahabat memotretku sembari tersenyum geli, katanya saya nampak semacam pejabat yang baru saja hendak mengawali hari pertamanya. Tetapi entah mengapa, saya merasa momen itu lumayan istimewa. Bisa jadi sebab saya mau mengenang kalau tiap hari yang kita lsayakan di sekolah bukan cuma tentang belajar di kelas, tetapi pula tentang kedudukan serta pengalaman yang membentuk diri kita.
Sehabis mengabadikan momen di depan kantor, saya melangkah ke ruang kelas. Suasana masih lengang, cuma sebagian guru yang lalu- lalang mempersiapkan modul pelajaran hari itu. Kelas juga mulai semacam biasa dengan guru yang mengantarkan modul pelajaran dengan bersemangat. Tidak terasa, bel rehat juga berbunyi nyaring pertanda waktu buat melepas penat sejenak. Saya serta sebagian kawan langsung mengarah kantin. Kami tertawa, menceritakan, serta bercanda selama jalur. Tetapi tujuan utama kami dikala itu merupakan satu: mencari air minum. Matahari yang mulai meninggi membuat kerongkongan kering, serta segelas air dingin merupakan anugerah sangat mengasyikkan di jam istirahat. Kami antre di kantin, memesan air serta sedikit kemilan. Rasanya menyegarkan sekali, serta momen kecil semacam ini senantiasa jadi bagian dari hari- hari sekolah yang berharga. Tidak cuma tentang melenyapkan dahaga, tetapi pula tentang persahabatan serta tawa yang simpel.
Sehabis lumayan istirahat, saya kembali ke kelas. Tetapi, matsaya tertuju pada suatu yang tidak mengasyikkan: tong- tong sampah di depan kelas nampak penuh serta apalagi sebagian sampah berantakan di sekitarnya. Saya menarik nafas dalam- dalam. Alih- alih mengabaikan, saya merasa terpanggil buat melaksanakan suatu. Saya juga mengambil sarung tangan yang senantiasa kusimpan di laci serta mulai mensterilkan seluruh tong sampah di depan kelas. Sebagian sahabat memperhatikanku serta turut menolong. Kami mengangkut, mengikat kantong sampah, serta mengubahnya dengan yang baru. Walaupun tangan sedikit kotor serta badan berkeringat, rasanya hati ini terasa ringan. Tidak terdapat yang memforsir kami melaksanakannya, tetapi pemahaman buat melindungi area sekolah merupakan bagian dari tanggung jawab kami selaku murid.
Sehabis lumayan istirahat, saya kembali ke kelas. Tetapi, matsaya tertuju pada suatu yang tidak mengasyikkan, tong- tong sampah di depan kelas nampak penuh serta apalagi sebagian sampah berantakan di sekitarnya. Saya menarik nafas dalam- dalam. Alih- alih mengabaikan, saya merasa terpanggil buat melaksanakan suatu. Saya juga mengambil sarung tangan yang senantiasa kusimpan di laci serta mulai mensterilkan seluruh tong sampah di depan kelas. Sebagian sahabat memperhatikanku serta turut menolong. Kami mengangkut, mengikat kantong sampah, serta mengubahnya dengan yang baru. Walaupun tangan sedikit kotor serta badan berkeringat, rasanya hati ini terasa ringan. Tidak terdapat yang memforsir kami melaksanakannya, tetapi pemahaman buat melindungi area sekolah merupakan bagian dari tanggung jawab kami selsaya murid.
Berakhir mensterilkan, saya kembali ke dalam buat melanjutkan pelajaran. Tetapi, tidak lama setelah itu, seseorang guru memanggilku ke ruang kantor. Nyatanya terdapat sebagian wali murid yang tiba ke sekolah buat menuntaskan kasus menimpa beasiswa. Saya yang ditunjuk selaku anggota OSIS hari itu bertugas menolong bagian administrasi. Tugas kami merupakan menyongsong wali murid, memusatkan mereka ke bagian data, serta menarangkan proses administrasi yang wajib mereka lakukan.
Awal mulanya saya sedikit gugup, tetapi lama- kelamaan saya merasa aman. Melayani para wali murid, menanggapi persoalan mereka dengan sopan, serta membenarkan mereka memperoleh data yang mereka butuhkan membuatku merasa semacam bagian berarti dari sistem sekolah ini. Saya dapat memandang gimana kedudukan kecil yang kulsayakan nyatanya menolong kelancaran aktivitas hari itu. Sebagian wali murid apalagi mengucapkan terima kasih dengan tulus. Itu membuatku tersenyum puas.
Sehabis aktivitas OSIS berakhir serta jam sekolah juga nyaris berakhir, saya menyempatkan diri berangkat ke toko kecil yang terdapat di luar sekolah. Hari itu saya ingat kalau saya kehilangan bedak—salah satu benda individu yang senantiasa kubutuhkan. Walaupun nampak sepele, bedak merupakan bagian dari kebersihanku tiap hari. Saya mencari sebagian opsi di rak, menyamakan aroma serta merk yang berbeda. Sehabis memilah yang sangat sesuai, saya membelinya serta langsung menyimpannya di dalam tas. Hari itu saya merasa lengkap—bukan cuma sebab sukses menempuh seluruh kegiatan dengan baik, tetapi pula sebab dapat penuhi kebutuhanku sendiri. Perihal kecil semacam ini mengarahkan saya buat lebih mandiri serta bertanggung jawab terhadap diri sendiri.
Hari mulai sore. Langit yang tadi terang saat ini mulai bercorak jingga. Saya duduk sejenak di dasar tumbuhan besar di taman sekolah, merefleksikan seluruh yang terjalin hari itu. Mulai dari pagi dikala saya bergaya di depan kantor, menikmati rehat dengan sahabat sembari mencari air minum, mensterilkan tong sampah selsaya wujud cinta terhadap area, menolong para wali murid selsaya bagian dari OSIS, sampai kesimpulannya menjaga diriku sendiri dengan mencari bedak yang kubutuhkan.
Hari itu tidaklah hari yang luar biasa di mata banyak orang. Tidak terdapat upacara besar, tidak terdapat lomba, serta tidak terdapat kegiatan spesial. Tetapi bagiku, itu merupakan hari yang penuh arti. Sebab di balik tiap kegiatan simpel, terdapat pelajaran tentang tanggung jawab, persahabatan, kepedulian, pelayanan, serta pula tentang menyayangi diri sendiri.
Best Regard @dewi90